13.05

Pengajian Ahad Pagi Mesjid Al-Fitrah PINDAD 13 November 2011

Pengajian Ahad Pagi Mesjid Al-Fitrah PINDAD
13 November 2011


يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ﴿٥٧﴾

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu (Al-Quran) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

 قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ ﴿٥٨﴾

Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". [QS. Yunus : 57-58]

عَنْ قَيْسِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ أَتَيْتُ الْحِيرَةَ فَرَأَيْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِمَرْزُبَانٍ لَهُمْ فَقُلْتُ رَسُولُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُسْجَدَ لَهُ قَالَ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّي أَتَيْتُ الْحِيرَةَ فَرَأَيْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِمَرْزُبَانٍ لَهُمْ فَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ نَسْجُدَ لَكَ قَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ مَرَرْتَ بِقَبْرِي أَكُنْتَ تَسْجُدُ لَهُ قَالَ قُلْتُ لَا قَالَ فَلَا تَفْعَلُوا لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لِأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ الْحَقِّ . رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ 

Dari Qais bin Sa’ad r.a. mengatakan, “Aku pernah dating ke negeri Hirah, kemudian aku melihat mereka (orang-orang Hirah) bersujud untuk Marzuban (pemimpin atau pembela) mereka. Kemudian aku mengatakan, ‘padahal Rasulullah Saw. lebih berhak untuk manusia sujud kepadanya, kemudian aku dating kepada Rasulullah Saw. lalu aku berkata, ‘Sesungguhnya aku pernah dating ke Hirah dan aku melihat mereka sujud kepada Marzuban, padahal engkau lebih berhak untuk manusia sujud kepadamu.” Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, ‘Bagaimana menurutmu bila engkau lewat akan kuburanku (nanti) apakah engkau akan sujud bagi kuburan itu? Aku menjawab, ‘Tidak.” Sabda beliau, ‘Janganlah kalian melakukannya, padahal kalau seorang yang berwenang untuk memerintah seseorang, pastilah aku akan memerintahkan  perempuan agar sujud kepada suami-suami mereka, sebab Allah telah menetapkan hak suami itu terhadap mereka.” [Hadits Riwayat Abu Dawud]

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ. رَوَاهُ  اَلتِّرْمِذِيُّ

Dari Ummu Salamah r.a. mengatakan, “Rasulullah Saw. bersabda : “Bila seorang perempuan meninggal sedangkan suaminya meridlainya, maka perempuan itu pasti masuk surga.” Abu Isa mengatakan ini adalah Hadits Hasan Gharib. [Hadits Riwayat Tirmidzi]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَاتَتْ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ .رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Abu Hurairoh r.a. mengatakan, “Rasulullah Saw. bersabda, “Bila Seseorang perempuan tidur padahal ia menjauhi tempat tidur suaminya, ia dilaknat para malaikat hingga pagi. [Hadits Riwayat Bukhari].

قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  . . .وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ . . . رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ. رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ
Rasulullah Saw. bersabda : “. . . Ketahuilah, bahwa umat ini, kalau berkumpul (sepakat) untuk memberi keuntungan kepadamu, mereka tidak akan dapat memberi apa-apa kepadamu kecuali Allah telah menetapkannya bagimu. . . Pena telah diangkat dan lembaran pun kering. [Hadits Riwayat Ahmad]

13.27

Generasi Terbaik


Kumaha daramang?? Sebelumnya, kita tahu bahwa pembahasan mengenai hal ini sudah sering kita temukan bahkan kita sudah memahami betul pembahasan ini di berbagai sumber, baik di buku, artikel, internet, buletin dll. Meskipun demikian, saya sekedar berbagi kepada Teman teman semua, bagaimana seorang Sayyid Quthb dalam karyanya Ma’alim Fii Thariiq memaparkan pembahasan ini. Rasulullah Saw. Bersabda :
 
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ
Dari ‘Abdullah r.a. dari Nabi Saw. Beliau bersabda : “ Manusia yang paling baik ialah mereka yang ada pada zamanku. Dibawah itu orang-orang setelah mereka, seterusnya orang-orang yang setelah mereka. Kemudian datang beberapa kaum, seseorang diantara mereka mendahulukan kesaksian dari sumpahnya dan sumpahnya dahulu dari persaksiannya. [HR. Bukhari][1]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Islam dimulai dalam kondisi asing, dan akan kembali sebagaimana ia dimulai (sebagai sesuatu yang) asing; maka berbahagialah bagi kaum ghuraba' (orang-orang yang asing tersebut)". [H.R.Muslim][2]  

Pernahkah kita mendengar atau mengetahui, siapa generasi Islam yang paling baik?? Generasi pilihan, generasi Istimewa sepanjang sejarah Islam dan sejarah Manusia. Kemudian generasi semacam itu tidak lagi dihasilkan dalam sejarah Islam. Siapakah mereka?? Siapa lagi Kalau bukan generasi para Sahabat!! -semoga Allah meridhai kepada Mereka- Hal ini patut kita jadikan pelajaran sekaligus menjadi renungan sehingga kita bisa menyingkap rahasia keberhasilannya agar bisa menjadi generasi yang baik seperti mereka. Aamiin.
Sayyid Quthb dalam karyanya “Ma’alim Fi Ath-Thariiq” –Petunjuk Jalan- menjelaskan : “Al-Quran yang menjadi Jantung Dakwah itu ada di tangan kita. Demikian juga dengan Hadits Rasulullah Saw., petunjuk praktis beliau, dan sirah beliau yang mulia, semuanya ada di tangan kita. Sebagaimana semua itu pernah terdapat pada generasi yang pertama itu, yang belum pernah terulang keberadaan genarasi semacam itu dalam sejarah. Yang tidak ada hanyalah pribadi Rasulullah Saw.” [3]. Kita renungkan, apakah ini rahasianya?? Sayyid Quthb menegaskan : “Jika keberadaan Rasulullah Saw. Secara fisik adalah suatu keharusan  bagi pelaksanaan dan keberhasilan dakwah ini, niscaya Allah Swt. Tidak menjadikannya sebagai dakwah untuk seluruh umat manusia, tidak menjadikannya sebagai risalah terakhir, dan tidak menyerahkan tanggung jawab memberikan tuntunan petunjuk kepada umat manusia di muka bumi kepada dakwah ini hingga akhir zaman. Namun, Allah Swt. Telah menjamin untuk memelihara adz-Dzikr (Al-Quran) serta memberitahukan bahwa dakwah ini dapat terus berejalan setelah wafatnya Rasulullah Saw. Dan dapat memetik keberhasilan. Allah Swt. Telah menyerahkan dakwah Agama ini kepada Rasulullah Saw. Selama 23 tahun hingga hayat beliau dan tetap memelihara Agama ini setelah wafatnya beliau hingga akhir zaman” [4]. Dengan demikian ketidak beradaan Rasulullah Saw. Secara fisik tidak menjadi faktor penentunya. Jadi apa yang menjadi faktor penentunya?? Penasaran yaa...
Oleh karena itu, marilah kita coba mencari faktor lain. Siap ?? pertama, kita teliti terlebih dahulu sumber yang menjadi rujukan para sahabat itu, apakah ada yang berubah darinya?? Juga kita teliti manhaj yang menghasilkan tokoh-tokoh semacam mereka itu, apakah ada yang berubah??
Menurut Sayyid Quthb, ada beberapa faktor yang menjadikan para sahabat menjadi generasi terbaik sepanjang sejarah Islam. Diantaranya yaitu, 1) Sumber Rujukan dan 2) Sikap ketika menerima Dakwah. 

1).  Sumber Rujukan
 Sumber rujukan yang mereka gunakan adalah Al-Quran dan Sunnah (penjelas dari Al-Quran tersebut). Dari Al-Quran ini mereka memetik pelajaran dan dengannya pula mereka bisa menjdai tokoh-tokoh besar. Hal itu terjadi bukan karena umat manusia pada saat itu tidak memiliki peradaban, budaya, Ilmu pengetahuan, buku-buku rujukan atau kajian Ilmiah, sama sekali bukan begitu! Kita tahu bahwa pada saat itu terdapat peradaban-peradaban yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan manusia, diantaranya : Peradaban Romawi dan budayanya, serta buku-buku dan undang-undangnya yang sampai saat ini dijadikan pedoman hidup Eropa. Kemudian ada peradaban Yunani yang terkenal dengan Logikanya, Filsafatnya serta seninya yang tetap menjadi sumber pemikiran Barat hingga saat ini. Juga ada peradaban Persia, seninya, syairnya, legenda-legendanya, kepercayaannya dan sistem kekuasaannya. Jadi mereka sama sekali tidak kekurangan peradaban dan budaya internasional yang membuat generasi ini hanya mengambil rujukan dari Kitab Allah selama masa pembentukannya. Namun, proses pembersihan mereka dari pengaruh peradaban dan budaya luar itu merupakan suatu perencanaan yang matang dan suatu metode yang dikehendaki.
Rasulullah Saw. Ingin membentuk generasi yan bersih hatinya, akalnya, gambaran hidupnya dan jiwanya dari segala pengeruh lain selain Manhaj Ilahi yang dikandung oleh Al-Quranul Karim. Dengan begitu, generasi tersebut mengambil rujukan mereka dari Al-Quran dan Sunnah semata. Dan hasilnya adalah tercetaknya generasi Istimewa dalam sejarah yang belum pernah terulang lagi. 

2). Sikap ketika menerima Dakwah
            Mereka (generasi pertama) membaca Al-Quran bukan untuk sekedar ingin tahu dan sekedar membaca, juga bukan untuk sekedar merasakan dan menikmatinya. Tidak ada seorang pun diantara mereka yang memperlajari Al-Quran untuk sekedar menambah pengetahuan atau untuk memambah bobot Ilmiah dan Kepintaran Ilmu Fiqih. Namun, mereka mempelajari Al-Quran untuk menerima perintah Allah Swt. Berkenaan dengan permasalahan pribadi mereka, masyarakat tempat mereka hidup dan kehidupan yang dijalaninya bersama jamaahnya. Mereka menerima perintah Allah Swt. Untuk segera diamalkan setelah mendengarnya, seperti seorang tentara yang menerima perintah harian yang langsung ia kerjakan setelah menerimanya!
Perasaan untuk menerima perintah dan mengerjakan itulah yang membuat Al-Quran membukakan bagi mereka gerbang kenikmatan dan Ilmu pengetahuan . hal itu tidak terjadi jika mereka membaca Al-Quran hanya sekedar untuk meneliti, mengkaji dan membacanya. Dengan cara seperti ini mereka termudahkan untuk mengamalkan isinya, Al-Quran merasuk dalam diri mereka dan setelah itu mereka benar-benar merealisasikan dalam kehidupannya yang tidak semata berada dalam otak atau kalimat-kalimat yang tersimpan dalam kertas namun berubah menjadi wujud perubahan dan peristiwa yang mengubah perjalanan hidup. Dan mesti diingat Al-Quran tidak memberikan khazanahnya kecuali bagi orang-orang yang menerimanya dengan semangat ini yaitu semangat untuk mengetahui kemudian mengamalkannya.

Kesimpulan :
Keberhasilan para sahabat menjadi generasi terbaik menurut Sayyid Quthb adalah dengan beberapa faktor diantaranya yaitu : 1) Merujuk pada Al-Quran dan Sunnah, 2). Sikap menerima dakwah Al-Quran untuk mengetahui dan mengamalkannya. Dengan faktor inilah generasi sahabat bisa menjadi generasi terbaik sepanjang sejarah Islam. Mari kita sama-sama bertanya kepada diri kita masing-masing : 1). Sudahkah kita merujuk pada Al-Quran dan Sunnah??, 2). Sikap apa yang akan kita lakukan ketika kita menerima Al-Quran dan mengetahuinya?? Kami dengar dan kami Taat atau Kami dengar dan Kami Maksiat??. semoga kita semua diberikan kemampuan oleh Allah Swt. Dengan cara belajar agar kita selalu merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah serta bisa mengetahui dan mengamalkannya. Aamiin, Yaa Rabbal ‘aalamiin.
Itulah kiranya beberapa pemaparan singkat Sayyid Quthb dalam karyanya “Ma’aalim Fii Thariiq”, Mudah-mudahan tulisan ini ada manfaatnya, khususnya untuk saya pribadi dan Umumnya bagi teman-teman sekalian.  

Sumber Bacaan : “Ma’aalim Fii Thariiq” oleh Sayyid Quthb. Penerbit Daarusy-Syuruuq = Penerjemah : Abdul Hayyie al-Kattani dan Yodi Indrayadi. Penerbit : Gema Insani Press.



[1] Bisa dilihat Juga di Kitabnya : Imam Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad.
[2]  Bisa dilihat Juga di Kitabnya : Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad.
[3] Sayyid Quthb.  “Ma’aalim Fii Thariiq” . Terj. “Petunjuk Jalan” . Jakarta : Gema Insani Press, 2001, hal : 17.
[4] Ibid. hal : 18.

11.00

Formulir Pendaftaran Tamid Baru

09.48

Banyak Jalan Menuju Roma, Hanya Agama Islam Menuju Allah.

Banyak Jalan Menuju Roma,
Hanya Agama Islam Menuju Allah.

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللّهِ فَإِنَّ اللّهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿١٩﴾

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. [QS. Ali-Imran : 19]

وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٥٣﴾

Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. [QS. Al-An’aam : 153]

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٨٥﴾

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. [QS. Ali-Imran : 85]


وقال الإمام أحمد بن حنبل :حَدَّثَنَا أَسْوَدُ  بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ خَطَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ مُسْتَقِيمًا قَالَ ثُمَّ خَطَّ عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ السُّبُلُ وَلَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ وَإِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ.رَوَاهُ أحمد

Dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan : Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Amir telah menceritakan kepada kami Abu Bakar dari ‘Ashim dari Abi Wail dari ‘Abdillah bin Mas’ud ia berkata : “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam membuat garis dengan tangannya lalu bersabda, ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan yang sesat tak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat setan yang menyeru kepadanya. Selanjutnya beliau membaca firman Allah, [ Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.][1] [Hadits Riwayat Imam Ahmad][2]


[1] QS. Al-An’aam : 153.
[2] Imam Ahmad. Musnad Ahmad. Kitab Musnad Mukatsiriin Min Ash-Shahabat No. 4205. Software Kutubut Tis’ah. Bisa dilihat juga dalam Tafsir Ibnu Katsir Ketika menafsirkan QS. Al-An’aam : 153. Kalau Tidak punya kitabnya atau versi digitalnya klik aja di :
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=7&tSoraNo=6&tAyahNo=153&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=1

12.17

Hakikat Peradaban Barat Menurut al-Attas

Bismillah. . .
            Leubar ada pembahasan yang menarik nih [Catat dulu ah, bilih kaburu lupa], dalam buku “ Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal” Karya DR. Adian Husaini. Langsung saja pada halaman 243 disebutkan tentang Hakikat Peradaban Barat, Penasaran? Ini penjelasannya : 

            Secara Lebih Sederhana, hakikat peradaban Barat dijelaskan al-Attas dalam buku Risalah untuk Kaum Muslimin,
 
“Biasanya yang disebutkan orang sebagai kebudayaan Barat itu adalah hasil warisan yang telah dipupuk oleh bangsa-bangsa Eropah dari Kebudayaan Yunani kuno yang kemudian diadun pula dengan campuran Kebudayaan Rumawi dan unsur-unsur lain dari hasil cita rasa dan gerak-daya bangsa-bangsa eropah sendiri, khususnya dari suku-suku bangsa Jerman, Inggris dan Perancis.
Dari kebudayaan Yunani Kuno mereka telah melakukkan dasar-dasar falsafah kenegaraan serta pendidikan dan ilmu pengetahuan dan kesenian; dari Kebudayaan Rumawi Purbakala mereka telah merumuskan dasar-dasar undang-undang dan hukum serta ketatanegaraan. Agama Kristian, sungguhpun Berjaya memasuki benua Eropah, namun tiada juga meresap ke dalam kalbu Eropah. Justru sesungguhnya agama yang berasal dari Asia Barat dan merupakan, pada tafsiran aslinya , bukan agama baharu tetapi suatu terusan dari Agama Yahudi itu, telah diambil-alih dan dirobah-ganti oleh kebudayaan Barat demi melayani ajaran-ajaran dan kepercayaan yang telah lama diantunya sebelum kedatangan “agama Kristian”.
Mereka telah mencampuradukkan ajaran-ajaran yang kemudian menjelam sebagai agama Kristian dengan kepercayaan-kepercayaan kuno Yunani dan Rumawi, dan Mesir dan Farsi juga anutan-anutan golongan kaum Biadab.[1]

            Dengan sifat dan posisi agama Kristen, sebagai agama mayoritas bangsa Barat, semacam itu, maka kebudayaan Barat sejatinya bukanlah berdasarkan pada agama, tetapi pada falsafah. Dalam hal ini, pandangan al-Attas sejalan dengan pandangan Iqbal, Sayyid Quthb, Ali an-Nadwi, Muhammad Asad, dan banyak cendikiawan Muslim lainnya. Namun, pandangan al-Attas tentang peradaban Barat ini tampak lebih mendalam dan sistematis, yaitu ketika ia berhasil meramu unsur-unsur pembentuk peradaban Barat itu dengan proporsional, terutama ketika mendudukkan posisi warisan Yunani Kuno, Romawi, dan Kristen dalam peradaban Barat. Dengan mengesampingkan agama dan menjadikan falsafah sebagai asas berpikirnya, maka tiada tempat dalam jiwa pengalaman mereka itu beragama sesuatu ketetapan mengenai keyakinan. Mereka hanya menegaskan dasar “teori” yaitu ilmu pengetahuan atau hasil akal-nazari yang berlandaskan dugaan dan sangkaan-sangkaan dan pencapaian akal jasmani yang mungkin benar dan mungkin tidak benar. Maka dari itu, dasar ‘ilmu yang demikian dan sikap hidup yang menjadi akibatnya, tiadalah akan dapat membawa kepada keyakinan. Sifat agama Kristen itu sendiri, yang problematic dalam asas-asas kepercayaannya, menurut al-Attas, juga turut membentuk sikap peradaban Barat. Secara singkat, al-Attas menyimpulkan sifat-sifat asasi Kebudayaan Barat, yaitu:  
1)         Berdasarkan falsafah dan bukan agama,
2)        falsafah yang menjelmakan sifatnya sebagai humanism, mengikrarkan faham penduaan (dualisme) yang mutlak dan bukan kesatuan sebagai nilai serta kebenaran hakikat semesta, dan
3)         kebudayaan Barat juga berdasarkan pandanagan hidup yang Tragic. Yakni, mereka menerima pengalaman ‘kesengsaraan hidup’ sebagai suatu kepercayaan yang mutlak yang mempengaruhi peranan manusia dalam dunia. Al-Attas menjelaskan tentang konsep “Tragedi” dalam peradaban Barat.[2]

“Sedari zaman Yunani Kuno lagi kita lihat bahawa bangsa-bangsa Yunani itu menganngap tragedy sebagai satu unsur penting kehidupan manusia: bahawa manusia ini merupakan pelakon dalam drama kehidupan dan pahlawan-pahlawannya membayangkan watak tragic. Faham tragedy kehidupan ini disebabkan oleh kehampaan kalbu akan nikmat iman.
Kehampaan iman ini adalah akibat dari falsafah penduaan mutlak yang mengikrarkan adanya dua hakikat yang saling bertentangan satu sama yang lain hingga menimbulkan syak serta ketegangan jiwa. Keadaan jiwa yang tiada tenteram ini mengakibatkan pula perasaan takut dan sedih menenangkan nasib dirinya. Keadaan jiwa yang tegang ini jugalah yang menganjurkan orang Barat, yang mensifatkan kebudayaannya, untuk mencari jawapan bagi soal-soal abadi, untuk giat berusaha menyelidik dan mengkaji dan mereka teori-teori baharu, mengemukakan masalah-masalah asal-usul alam dan manusia dan lain-lain renungan yang dianggapnya sebagai ilmu pengetahuan—terus madang mencari dengan tiada akhirnya!
Pengembaraan dalam alam pikiran dan renungan yang tiada berakhir ini merupakan semangat kebudayaan Barat, dan sesungguhnya mereka tiada ingin mengakhirkan pengembaraan itu justru sebab pengembaraan itu sekurang-kurangnya meringankan beban kekosongan dan kesunyian kalbu, seolah-olah bagai penawar hati yang tegang. Semangat kebudayaan Barat itu membayangkan suatu yang ‘menjadi’ tetapi tiada juga ‘jadi’.”[3]
            
        Dengan memahami hakikat peradaban Barat yang tidak berdasarkan agama dan hanya berdasarkan spekulasi semacam itu, al-Attas sampai pada kesimpulan bahwa problem terberat yang dihadapi manusia dewasa ini adalah hegemoni dan dominasi keilmuan Barat yang mengarah pada kehancuran umat manusia. Satu fenomena yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia.[4]
          
             Sekian, mudah-mudahan penjelasan di atas bisa bermanfaat bagi kita semua.

Sumber : Adian Husaini. 2005. Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi  Sekular-Liberal. Jakarta : Gema Insani Press.


[1] Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, hlm 18. Dalam Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal, hal 243.
[2] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal, hal 244.
[3] Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, hal. 21-22 dalam Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal, hal 245.
[4] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal, hal 245.

22.51

Belajar Itu Menyenangkan !

Belajar nulis yeuh. . . Langsung saja!
Sudah bukan hal yang asing bagi telinga kita, ketika kita mendengar kata “Belajar”!. Betul gak?? Saya sendiri merasa kebingungan [Belum Mengetahui] saat duduk di bangku Mu’allimin ketika ditanya “Apa Yang dimaksud dengan Belajar?” [Padahal mah asa tos diajarkeun da di Pelajaran Daskep, maklum keur Mu’allimin mah rada bangor, hehe] Namun akhir-akhir ini Alhamdulillah saya rada suka maca buku, hehe [mun teu tunduh]. Pas pisan, di rumah ada buku Psikologi Pendidikan yang salah satu bab nya membicarakan mengenai “Belajar”! lumayan aya pencerahan, yaitu sebuah buku karya Prof. Muhibbin Syah yang berjudul “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru”. Lanjut. . .
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.[1] Jadi kieu, secara singkat belajar itu ialah : “tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.”[2]
Lumayan buat tambahan pengetahuan, menurut sumber lain, Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.[3]
Adapun yang dimaksud dengan proses belajar adalah Tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju dari pada keadaan sebelumnya.[4]
Adapun dalil Al-Quran maupun Hadits yang berkaitan dengan pemaparan di atas, di antaranya ialah si bawah ini :
. . .قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ ﴿٩﴾
. . . Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. [QS. Az-Zumar : 9]

. . . يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿١١﴾

. . . Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. [QS. Az-Zumar : 9]

عَنْ مُعَاوِيَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ . . . رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

“ Dari Muawiyah r.a. ia mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda : 'Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah akan mendapat kebaikan, maka dipandaikan dalam agama.” [HR. Bukhari, Kitab Ilmu No. 69 dalam Software Kutub At-Tis’ah]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  . . .مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ . . . رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Dari Abi Hurairah r.a. ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda : “ . . . Barangsiapa yang berjalan di suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. [HR. Muslim, Kitab Dzikr, Du’a, Taubat dan Istighfar No. 4867 dalam Software Kutub At-Tis’ah]
 
     
    [Rabu, 02 Nov 2011. 10 : 02 WIB]
                                                                                                                      Semoga Bermanfaat

[1] Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Hal. 87.
[2] Ibid. Hal. 112.
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Belajar
[4] Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Hal. 111.

11.55

Materi Ngaji Ahad - 30 / 10 / 2011

Pengajian Ahad Pagi Mesjid Al-Fitrah PINDAD
30 Oktober 2011


وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـذَا الْبَلَدَ آمِناً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ ﴿٣٥﴾

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.

 رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ فَمَن تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣٦﴾

Ya Tuhan-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

 رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ ﴿٣٧﴾

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. 

 رَبَّنَا إِنَّكَ تَعْلَمُ مَا نُخْفِي وَمَا نُعْلِنُ وَمَا يَخْفَى عَلَى اللّهِ مِن شَيْءٍ فَي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاء ﴿٣٨﴾

Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. [QS. Ibrahim : 35 - 38]

عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ أَنْ يُوَجَّهَ إِلَى الْكَعْبَةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ ﴿قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَتَوَجَّهَ نَحْوَ الْكَعْبَةِ وَقَالَ السُّفَهَاءُ مِنْ النَّاسِ وَهُمْ الْيَهُودُ ﴿مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمْ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ فَصَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ ثُمَّ خَرَجَ بَعْدَ مَا صَلَّى فَمَرَّ عَلَى قَوْمٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فِي صَلَاةِ الْعَصْرِ نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ هُوَ يَشْهَدُ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّهُ تَوَجَّهَ نَحْوَ الْكَعْبَةِ فَتَحَرَّفَ الْقَوْمُ حَتَّى تَوَجَّهُوا نَحْوَ الْكَعْبَةِ .رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Al-Bara bin Azib r.a. berkata : “Rasulullah Saw. shalat menghadap Baitul MAqdis 16 atau 17 bulan dan adalah beliau mengharap supaya menghadap ke Ka’bah, kemudian Allah menurunkan (ayat) “[Aku telah melihat bolak-balik mukamu ke langit]” maka ia menghadapnya ke Ka’bah. Dan berkata Sufaha diantara orang-orang, yaitu Yahudi, “[Apa yang mengalihkan mereka dari kiblatnya yang kesana mereka menghadap? Katakanlah, bagi Allah arah timur maupun barat, Ia member petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus]” Seorang laki-laki shalat bersama Nabi Saw. kemudian pulang, ia lewat ke satu kaum dari Anshar sedang shalat Ashar ke arah Baitul Maqdis, ia berkata : ‘Dia menyaksikan, bahwa dia shalat bersama Nabi Saw. dan ia menghadap ke Ka’bah, kemudian mereka merubah arah sehingga menghadap Ka’bah.” [Hadits Riwayat Bukhari].